January 29, 2016

Kegalauan Resolusi 2016

29 January 2016


Salah satu resolusi tahun baru gw saat ini adalah gw pengin mandiri. Memang saat ini hidup gw asik-asik aja. Worry-Free. Bekerja sama Bokap, yah tau sendiri lah, enaknya apa, ga enaknya apa. Enaknya ya tiap mau ambil libur, bisa negotiable sama Bokap (biasanya dikasih). Ga enaknya, gw selalu beban batin karena setiap gaji yang gw dapat, gw merasa itu kayak uang jajan gw aja gitu dari Bokap. Gw ngga berasa dapat penghasilan sendiri. Apalagi gw ini masih boros banget dalam soal keuangan, sehingga mostly kebutuhan masi dibantu sama Bokap meskipun gw udah dapet gaji yang cukup. *gubrak*  Gw tau banget lah kebeban banget rasanya dengan tatapan-tatapan temen-temen lainnya waktu mereka denger gw bilang gw kerja sama Bokap. Kayak, gw ga ada nyumbang kontribusi apa-apa ke masyarakat gitu lho. Padahal kan kerja sama Bokap mestinya membanggakan, karena kita mending kerja bantu ngembangin usaha orangtua sendiri kan? Tapi yah gitulah, pandangan masyarakat itu pasti kayak gitu. 

Jadi resolusi tahun 2016 ini, gw pengen bisa mandiri secara finansial. Which is, gw ga mau bergantung sama Bokap lagi dari segi keuangan. Which is why gw memutuskan untuk mencari kerjaan lagi di kantor, meskipun gw sebenernya ngerasa lebih nyaman untuk membuka usaha sendiri. Lha buka usaha sendiri, gw juga belom tahu mau usaha apaan. Usaha sepatu gw kan gagal maning. =_= Lalu, gegara tahun lalu gw suka baca2 Ask FM nya RyAzzura, gw jadi kepikiran pengen jadi Editor Fiksi. Iya. Editor. Gw teringat waktu masi kecil, saat gw masih suka-sukana melahap buku apa aja yang ada di depan mata, gw pengen banget jadi penulis. Pas SMA, gw pengen jadi penulis atau editor lah paling ngga. Makanya dulu waktu kuliah gw sempat ambil jurusan Sastra Inggris di Binus, yang kemudian gw mundur, ambil Komunikasi di Untar pas penjurusan juga masih sempat mau ambil jurusan Jurnalistik, eh tapi akhirnya mutusin penjurusan ke Public Relations

So, what I mean is, walaupun gw sempat nyasar kesana-sini, selama ini gw masih pengen banget jadi penulis atau editor. Karena sampai sekarang gw masih suka baca, walaupun gw udah jarang banget nulis. Impian gw yang sempat gw kubur dalam-dalam jadi tiba-tiba muncul lagi waktu gw baca Ask FM nya si RyAzzura. Makanya gw akhirnya memantapkan diri buat mencoba melamar jadi Editor Fiksi ke beberapa penerbit.

2 minggu lalu sih, gw udah sempat dipanggil sama Kompas Gramedia untuk mengikuti Psiko Test dan Tes Bidang. Dan pada saat itu gw dikasih tau kalau lolos, maka akan dipanggil untuk interview 2 minggu lagi, which is hari ini hari terakhir dan gw masih belom dipanggil juga. So, gw ngerasa mungkin kesempatan gw kerja di Gramedia udah gugur. Gw juga udah sempat kirim ke beberapa penerbit lainnya selain Gramedia tapi belom di panggil-panggil. T_T Tadi baru aja gw kirim CV gw lagi ke beberapa penerbit lainnya, didorong rasa desperate gw. Gw takut ga dipanggil2 dan akhirnya ga dapat kerjaan ini. T_T Jujur selama beberapa bulan ini, di kepala gw cuma "gw mau kerja jadi Editor Fiksi aja". Titik. Gw ulang-ulang terus kalimat itu di kepala gw, berharap "The Universe will work their magic to fullfil my wishes"

Meskipun gw masih berharap, tapi yah gw tetep kepikiran juga, kalau sampai gw ga berhasil dapet kerjaan Editor Fiksi itu, gimana yah... Gimana gw bisa menuhin Resolusi 2016 gw? Soalnya gw ga pengen asal dapet kerjaan yang gw ga ada passion di sana.. Berkat pengalaman gw bekerja di 2 perusahaan sebelumnya, gw yakin kalau gw kerja tanpa passion didalemnya, gw ga bakalan bertahan lama. Dan Editor Fiksi ini satu-satunya pekerjaan yang menurut gw menarik. Oh God, Oh Universe, please help me got the job and help me fullfil all my 2016 Resolution. I think it's time for me to make a dramatic and drastic change in my life. Dan ini adalah awal mulanya. Semoga saja..

Wish me luck..

December 30, 2015

End of The Year, End of the Sorrow

30-12-2015

Aku tahu, mungkin bukan pada tempatnya aku menceritakan hal dibawah ini saat ini. Mungkin blog ini bukan sarana yang tepat untuk bercerita. Namun, saat ini, aku merasa butuh menuliskan kisah ini. Agar aku benar-benar bisa menutup masa lalu ini. Aku harus menuliskannya, agar aku bisa mengeluarkannya dari dalam hatiku. Jadi izinkan aku berbagi kisah ini kepada siapapun yang tanpa sengaja membaca blog ini.

Setahun yang lalu, tepat di tanggal ini, aku putus dengan mantan pacarku yang telah menjalin hubungan denganku selama 5 tahun. Bukan itu saja, malam harinya aku menemukan email bahwa dia berselingkuh dengan seorang perempuan yang telah memiliki 2 orang anak. Aku masih ingat, setelah menemukan email tersebut, aku tidak bisa tidur hingga pagi. Menunggu datangnya pagi, agar aku bisa langsung menanyakan kepadanya, apakah benar isi email yang kutemukan? Ketika pagi datang, tentu saja dia tidak mengakui semuanya. Dia hanya berkata bahwa ya, perempuan tersebut sempat menggodanya, mengajaknya bertemu, namun dia menolak. Dan aku, meski di dalam hatiku, aku tahu bahwa dia berbohong, aku masih mencoba mempercayai ucapannya dan mengucapkan perpisahan dengan baik-baik.

Pada siang harinya, aku bertemu dengan sahabatku, dan menceritakan bahwa aku telah putus. Namun ternyata, sahabatku juga memiliki kisah mengenai mantanku itu. Sahabatku menemukan bahwa sejak sebelum putus denganku, mantanku telah bermain-main dengan menggunakan aplikasi-aplikasi online dating. Salah satu kenalan sahabatku menemukannya di aplikasi tersebut, dan setelah beberapa percakapan pancingan, terbukalah bahwa dia memang telah berusaha memutuskan aku sedari dulu. Menurutnya dia telah "bosan" dan aku "tidak mau diputuskan". Yang tentunya tidaklah benar. 

Dua bulan sebelum itu, tiba-tiba dia berkata bahwa dia tidak siap untuk menikah dan dia meminta aku menunggunya 2 tahun lagi. Di saat kami telah melakukan DP untuk tempat pernikahan kami. Tentu saja pada saat itu aku berkata, apabila dia benar-benar tidak siap, aku tidak mau melanjutkan hubungan kami. Aku tidak mau menunggu selama 2 tahun dengan sia-sia tanpa jaminan. Apabila dia tidak siap sekarang, tentu tidak ada jaminan bahwa dia akan siap 2 tahun lagi. Pada akhirnya, dia sendiri yang memintaku melanjutkan hubungan kami dan melanjutkan persiapan pernikahan. Berani-beraninya dia berkata bahwa aku yang tidak mau diputuskan?

Bukan hanya fakta bahwa dia membicarakan hubungan kami dan menjelek-jelekkan aku pada orang lain, dia juga mengajak kencan beberapa perempuan (yang tentunya merupakan teman-temannya sahabatku, yang sengaja diminta oleh sahabatku untuk menjebak lelaki tersebut). Sahabatku membiarkan aku membaca semua screenshoot percakapan mereka. Seketika itu juga, lenyaplah semua perasaan dalam hatiku yang masih tersisa. Semakin banyak kata yang kubaca, semakin aku merasa jijik dan hilang rasa. Aku langsung mengatur pertemuan dengannya esok hari untuk mengembalikan semua barangnya yang masih tersisa dirumahku. Pada pertemuan tersebut, aku mempermalukannya dengan membacakan text-text percakapannya dengan perempuan-perempuan tersebut, kemudian benar-benar mengakhiri hubungan. Aku mendelete semua kontaknya yang aku punya. Apakah selesai sampai sini? Tidak.

Dua bulan kemudian, aku mengetahui bahwa segera setelah putus denganku, dia berpacaran dengan perempuan yang memiliki 2 anak tersebut. Hebatnya lagi, perempuan tersebut masih berstatus istri orang. Aku yang sebelumnya merasa telah hilang rasa, dan baik-baik saja, ketika mengetahui kenyataan tersebut, ternyata masih merasakan sakit hati. Ya. Aku merasa sakit hati. Mengetahui bahwa lelaki tersebut lebih memilih perempuan yang telah berkeluarga. Bukankah ironis? Dia berkata belum siap membangun keluarga denganku, namun memilih perempuan yang telah berkeluarga. Aku merasa sakit hati karena telah membuang waktu 5 tahun dengan sia-sia. Aku merasa sakit hati, mengingat betapa baiknya orangtuaku kepadanya. Aku merasa sakit hati, atas kebodohanku yang mengesampingkan berbagai macam perasaan yang mengatakan bahwa dia sedang berbohong.

Aku tidak pernah menunjukkan rasa sakit hatiku kepada orangtuaku. Orangtuaku sebelumnya mengira bahwa akulah penyebab kami putus. Namun, setelah berbulan-bulan menyimpan rahasia dan tak tahan lagi dengan tuduhan-tuduhan mereka, aku membeberkan kenyataan yang sebenarnya. Duka yang aku rasakan memang hanya sesaat. Aku berhasil bangkit kembali dengan berbagai pemikiran positif. Tapi rupanya rasa sakit hati itu melukaiku lebih dalam dari yang kuduga. Aku berubah, aku bukan lagi diriku yang dahulu. Aku lebih sensitif, tidak mampu lagi mengontrol emosiku dengan baik. Aku dengan mudah kehilangan kepercayaan diri.

Untunglah, aku bersyukur bahwa aku adalah orang yang lebih menggunakan logika dan pada dasarnya aku orang yang sangat positif. Aku mencoba untuk selalu berfikir positif. Aku bersyukur bahwa aku mengetahui kenyataan tentang dia secepatnya. Aku bersyukur Tuhan menggunakan kekuatannya untuk menjauhkan aku dari orang seperti itu. Aku yakin Tuhan memiliki rencana yang lebih baik untukku. Aku yakin Tuhan merasa bahwa orang itu tidak sepadan untukku. Aku juga merasa bahwa saat-saat menjadi seorang single seperti ini adalah saat-saat yang diberikan Tuhan agar aku lebih menikmati hidupku.

Jadilah aku melakukan apapun yang aku inginkan. Selagi aku single. Aku memelihara binatang peliharaan yang selama ini aku inginkan, yaitu kelinci. Aku bepergian ke tempat-tempat yang aku inginkan bersama teman-temanku. Aku melakukan apapun yang sebelumnya tidak dapat kulakukan karena aku akan menikah. Yang menjadi pelajaran utama bagiku, bahwa kita tidak perlu terburu-buru dalam menjalani hidup ini.

Ya, tentu aku sedih karena tidak jadi menikah. Aku sangat sangat ingin berkeluarga. Aku ingin memiliki anakku sendiri. Namun, tidak jadi menikah bukan berarti aku menjadi kehilangan tujuan. Aku menetapkan tujuan-tujuan lain dalam hidupku. Yaitu melakukan hal-hal apapun yang aku inginkan yang selama ini aku tahan-tahan. Dan aku menetapkan tujuan baru, yaitu aku harus traveling ke Jepang tahun ini. Dengan berkat dari Tuhan aku berhasil menyelesaikan tujuan tersebut.

Saat ini, aku hanya dapat bersyukur dan bersyukur. Tak hentinya aku ucapkan dalam hati rasa syukur tersebut. Aku bersyukur atas segala yang terjadi sepanjang tahun ini. Aku bersyukur bahwa Tuhan ternyata memang masih melindungi dan menyayangiku sehingga menjauhkan aku dari orang-orang yang iri hati dan yang mengkhianatiku. Aku bersyukur dikelilingi orang-orang yang menyemangati dan menghiburku setiap aku membutuhkan mereka. Aku bersyukur Tuhan mengabulkan banyak permintaan-permintaanku yang sangat egois. Aku bersyukur atas kebaikan orangtuaku. Pada akhirna, meski awal tahun ini kulalui dengan penderitaan, namun, di akhir tahun ini, aku akhirnya dapat berdamai dengan masa laluku, dengan diriku yang lalu, dengan diriku yang telah berubah sekarang. Aku siap untuk memulai lembaran yang baru, di tahun 2016 nanti.

July 26, 2015

One Year and A Half

26 July 2015

Sudah setahun setengah blog ini nganggur.

Berdebu dan terlupakan.



Terlalu banyak kejadian selama satu setengah tahun ini yang kalau dijabarkan akan sangat panjang. Terlalu banyak kegalauan hati selama satu tahun setengah yang kalau ditulis di sini kesannya terlalu private. 

Jadi mungkin gue akan bahas beberapa hal yang penting saja sekarang. Hal-hal lainnya mungkin akan gue bahas di blog ini pada saatnya nanti. Bukannya gue mau ingat hal-hal yang sudah lalu sih, tapi ada beberapa fase dalam hidup yang rasanya perlu diabadikan di blog ini.

Yang pertama, melanjutkan posting terakhir di blog ini.

Sebenarnya waktu itu gue berniat jadi enterpreneur. Ceileh. 

Serius.

Saat itu gue belom berhenti kerja jadi WO, tapi sudah sempat berpikiran untuk berhenti. Tentunya karena berbagai faktor yang kelak akan gue bahas di blog. Yang pasti salah satu alasannya adalah saat itu gue terpikir untuk mencoba membuka usaha sendiri. Jadi wirausaha. Pengusaha. Motivasi utama gue yang lainnya adalah gue pengen coba mencari pekerjaan dimana pekerjaan tersebut adalah sesuatu yang gue sukai. Sementara yang gue sukai saat itu salah satunya adalah belanja sepatu. :)) Jadi pemikiran simple gue saat itu, "ya udahlah, kenapa gak coba bikin sepatu handmade sendiri untuk dijual?" Karena bisnis sepatu handmade pada saat itu juga lagi hangat-hangatnya. Saat itu gue yakin gue bisa. Gue percaya dengan taste fashion gue, gue percaya gue bisa nge-jalaninnya. Yang memang pas di jalanin sempet sih berjalan lumayan, tapi kemudian gak berapa lama langsung gagal. :(

Ada beberapa faktor yang bikin gue gagal berbisnis sepatu:
1. Faktor pertama, kepercayaan gue terhadap taste fashion gue itu berbalik. Memang model sepatu yang gue buat bagus-bagus dan unik-unik. Saking uniknya, sayang sekali, masih jarang ada orang di Indonesia yang berani memakai model sepatu buatan gue. Saat itu target market yang gue buat sebenarnya adalah untuk orang-orang yang sense fashionnya lebih berani, namun orang-orang tersebut tentu masih sangat langka di Indonesia. Orang Indonesia suka yang simple-simple, seperti flat shoes, wedges, atau pump shoes dengan model dan motif yang simple. Sementara sepatu-sepatu buatan gue cenderung quirky, unique. Sepatu itu seperti baju sebenarnya. Menentukan karakter seseorang. Menentukan karakter si pemakai. Jadi orang tentu memilih sepatu berdasarkan karakter mereka, kesukaan mereka, dll.

Kenapa gue malah buat yang unik-unik kayak gitu sih? Karena dengan bodohnya gue mikir gue harus buat sepatu yang beda dari yang lain untuk model sepatu perdana gue. Karena kalau sekedar flat shoes atau sepatu model simple, saingannya banyak. Jadi pada saat itu rencana gue adalah bikin brand image kalau sepatu buatan gue itu unik. Ternyata malah menjadi salah satu faktor yang bikin gagal. Sampai teman-teman gue komentar, "Sepatu-sepatu buatan lu sebenernya bagus sih, Lis, tapi yang berani pake ya cuma orang-orang yang selera fashionnya yang unik seperti lu". :( Hiks.

2. Faktor kedua, Modal. Yep, modal untuk bisnis sepatu gue berasal dari gaji gue sendiri. Waktu itu gue kerja sama bokap, ditokonya. Gaji gue sisihkan setengah (malah kadang lebih dari setengah) yang tetap gak cukup untuk mengejar target-target produksi model sepatu baru. Padahal kalau mau jualan tentu gue harus sering update model-model terbaru yang mengikuti perkembangan pasar kan?

3. Faktor ketiga, Produksi. Gue bikin sepatu-sepatu gue itu ke tukang sepatu di Bandung, yang memang sudah pengalaman menangani berbagai merk sepatu handmade. Tetapi karena pada bagian produksi gue masih bergantung sama orang, malah menjadi penghambat dalam bisnis gue. Kenapa? Karena setiap kali gue mengajukan model baru untuk bisnis sepatu gue, proses pengerjaannya membutuhkan waktu 2 bulan atau lebih. Dimulai dari membuat sample model sepatu, revisi, sampai proses produksi barang, gue butuh waktu 2 bulan lebih, yang dimana gue cuma bisa ngajuin maksimal 4 model baru (karena modal gue terbatas). Sementara sesuai dengan faktor ke 2, gue harus sering-sering update model sepatu kan? Tapi karena bergantung sama orang itu bikin proses produksi lama, perputaran modal pun jadi terhambat. 

Kalau enggak keluar model baru tentu orang bosan dengan produk yang kita tawarkan. Apalagi karena produksinya enggak bisa dipantau sendiri, gue jadi merasa ga leluasa, ga bisa perfect produksinya. Setiap kali ada sedikit cacat atau perubahan, gue ga bisa langsung minta ubah karena dengan begitu harus kirim lagi ke Bandung, menunggu proses produksi ulang, menunggu dikirim kembali ke Jakarta yang akhirnya malah makan waktu. Sering kali hasil jadi yang ada sedikit kekurangan jadi gue biarkan saja.


Akhirnya setelah menghabiskan modal usaha lebih dari 15 juta, Bokap, yang jadi mentor gue dalam berwirausaha, menasehati bahwa lebih baik untuk sementara gue mundur dari bisnis sepatu gue. Bokap bilang, untuk saat ini tentu gue uda sadar kondisi keuangan dan faktor-faktor yang gue sebut di atas sudah ga mendukung gue untuk melanjutkan bisnis gue. Bokap enggak suruh menyerah sih, cuma meminta gue untuk mundur agar kelak kedepannya, gue bisa mempersiapkan bisnis gue kembali. Bangun ulang brand gue dari awal dengan persiapan modal yang lebih, produksi sendiri yang lebih pasti (tentunya harus cari tukang sepatu, sama peralatan dan bahan-bahan sendiri) bukan dari orang lain. 

Bokap bilang kalau memang kamu suka sepatu, pasti nanti bisa berbisnis sepatu kembali. Tapi mungkin kali ini bukan saatnya. Bokap juga menasehati bahwa ini bukan termasuk kegagalan, tetapi pembelajaran buat gue. Setidaknya gue udah pernah mencoba menjadi seorang pengusaha, dan sekarang pasti gue sudah lebih mengerti apa kekurangan-kekurangan gue, jadi kelak kalau modal gue sudah lebih siap dan mantap, gue bisa mencoba membuka bisnis gue kembali.

Awalnya sih gue ga terima. Gue merasa ga mau segampang itu menyerah, karena memang pas gue mau mulai berwirausaha, gue selalu mikirin dulu berhari-hari karena gue ga mau menyerah begitu aja kalau menemukan hambatan. Jadi begitu gue mantap memutuskan melakukan sesuatu, gue mencoba untuk ga berhenti begitu saja. Tapi Bokap minta gue mikir sendiri, apa mungkin disituasi saat ini, gue bisa nyelamatin bisnis gue ini? Kenyataannya gue memang sudah ga bisa melanjutkan lagi. Modal gue sudah ga cukup, proses produksi berlangsung terlalu lama, barang gue kurang diminati, jadi yah memang tidak bisa dipaksakan. Di sini lah gue belajar untuk tidak memaksakan, belajar menyerah, belajar menerima kegagalan, belajar mundur.


Kelak kalau memang peruntungan gue baik, tentunya gue mau mencoba lagi bisnis sepatu gue ini. Dengan persiapan lebih matang, modal yang lebih, proses produksi yang lebih baik (kalau bisa sih ingin punya tukang sepatu sendiri). :)


Yah inilah salah satu hal yang sudah gue jalanin tahun lalu, tahun dimana gue menghilang dari blog ini. Membuka usaha memang tidak segampang yang disangka orang. Betapapun positifnya pemikiran kita, betapapun persiapan yang sudah kita lakukan, tentu keadaan di lapangan tidak akan berlangsung sesuai anggapan kita. Kalau dibilang menyesal engga gue berbisnis sepatu handmade? Tentu tidak. Gue senang karena gue uda sempat mencicipi bisnis yang memang sesuai dengan minat gue. Gue masih punya segudang ide untuk usaha gue yang bisa gue kembangkan. Gue senang karena dapat pengalaman berharga membuka usaha, yang sebagian orang ga berani jalanin. Setidaknya gue sudah mencoba. Ya kan? Meski berakhir dengan tidak memuaskan. Yang pasti sepatu gue sering kok dipuji orang. Unik kata mereka. :) Hehe..






Itu logo brand sepatu gue beserta contoh sepatu yang gue buat. :) Saat ini gue sedang sale cuci gudang, dimana sepatu-sepatu gue akan gue lepas dengan harga murah. Apabila berminat, silahkan cek Instagram @lucilunashoes. :)


Semoga kelak gue bisa melanjutkan mimpi yang tertunda ini. :)