July 26, 2015

One Year and A Half

26 July 2015

Sudah setahun setengah blog ini nganggur.

Berdebu dan terlupakan.



Terlalu banyak kejadian selama satu setengah tahun ini yang kalau dijabarkan akan sangat panjang. Terlalu banyak kegalauan hati selama satu tahun setengah yang kalau ditulis di sini kesannya terlalu private. 

Jadi mungkin gue akan bahas beberapa hal yang penting saja sekarang. Hal-hal lainnya mungkin akan gue bahas di blog ini pada saatnya nanti. Bukannya gue mau ingat hal-hal yang sudah lalu sih, tapi ada beberapa fase dalam hidup yang rasanya perlu diabadikan di blog ini.

Yang pertama, melanjutkan posting terakhir di blog ini.

Sebenarnya waktu itu gue berniat jadi enterpreneur. Ceileh. 

Serius.

Saat itu gue belom berhenti kerja jadi WO, tapi sudah sempat berpikiran untuk berhenti. Tentunya karena berbagai faktor yang kelak akan gue bahas di blog. Yang pasti salah satu alasannya adalah saat itu gue terpikir untuk mencoba membuka usaha sendiri. Jadi wirausaha. Pengusaha. Motivasi utama gue yang lainnya adalah gue pengen coba mencari pekerjaan dimana pekerjaan tersebut adalah sesuatu yang gue sukai. Sementara yang gue sukai saat itu salah satunya adalah belanja sepatu. :)) Jadi pemikiran simple gue saat itu, "ya udahlah, kenapa gak coba bikin sepatu handmade sendiri untuk dijual?" Karena bisnis sepatu handmade pada saat itu juga lagi hangat-hangatnya. Saat itu gue yakin gue bisa. Gue percaya dengan taste fashion gue, gue percaya gue bisa nge-jalaninnya. Yang memang pas di jalanin sempet sih berjalan lumayan, tapi kemudian gak berapa lama langsung gagal. :(

Ada beberapa faktor yang bikin gue gagal berbisnis sepatu:
1. Faktor pertama, kepercayaan gue terhadap taste fashion gue itu berbalik. Memang model sepatu yang gue buat bagus-bagus dan unik-unik. Saking uniknya, sayang sekali, masih jarang ada orang di Indonesia yang berani memakai model sepatu buatan gue. Saat itu target market yang gue buat sebenarnya adalah untuk orang-orang yang sense fashionnya lebih berani, namun orang-orang tersebut tentu masih sangat langka di Indonesia. Orang Indonesia suka yang simple-simple, seperti flat shoes, wedges, atau pump shoes dengan model dan motif yang simple. Sementara sepatu-sepatu buatan gue cenderung quirky, unique. Sepatu itu seperti baju sebenarnya. Menentukan karakter seseorang. Menentukan karakter si pemakai. Jadi orang tentu memilih sepatu berdasarkan karakter mereka, kesukaan mereka, dll.

Kenapa gue malah buat yang unik-unik kayak gitu sih? Karena dengan bodohnya gue mikir gue harus buat sepatu yang beda dari yang lain untuk model sepatu perdana gue. Karena kalau sekedar flat shoes atau sepatu model simple, saingannya banyak. Jadi pada saat itu rencana gue adalah bikin brand image kalau sepatu buatan gue itu unik. Ternyata malah menjadi salah satu faktor yang bikin gagal. Sampai teman-teman gue komentar, "Sepatu-sepatu buatan lu sebenernya bagus sih, Lis, tapi yang berani pake ya cuma orang-orang yang selera fashionnya yang unik seperti lu". :( Hiks.

2. Faktor kedua, Modal. Yep, modal untuk bisnis sepatu gue berasal dari gaji gue sendiri. Waktu itu gue kerja sama bokap, ditokonya. Gaji gue sisihkan setengah (malah kadang lebih dari setengah) yang tetap gak cukup untuk mengejar target-target produksi model sepatu baru. Padahal kalau mau jualan tentu gue harus sering update model-model terbaru yang mengikuti perkembangan pasar kan?

3. Faktor ketiga, Produksi. Gue bikin sepatu-sepatu gue itu ke tukang sepatu di Bandung, yang memang sudah pengalaman menangani berbagai merk sepatu handmade. Tetapi karena pada bagian produksi gue masih bergantung sama orang, malah menjadi penghambat dalam bisnis gue. Kenapa? Karena setiap kali gue mengajukan model baru untuk bisnis sepatu gue, proses pengerjaannya membutuhkan waktu 2 bulan atau lebih. Dimulai dari membuat sample model sepatu, revisi, sampai proses produksi barang, gue butuh waktu 2 bulan lebih, yang dimana gue cuma bisa ngajuin maksimal 4 model baru (karena modal gue terbatas). Sementara sesuai dengan faktor ke 2, gue harus sering-sering update model sepatu kan? Tapi karena bergantung sama orang itu bikin proses produksi lama, perputaran modal pun jadi terhambat. 

Kalau enggak keluar model baru tentu orang bosan dengan produk yang kita tawarkan. Apalagi karena produksinya enggak bisa dipantau sendiri, gue jadi merasa ga leluasa, ga bisa perfect produksinya. Setiap kali ada sedikit cacat atau perubahan, gue ga bisa langsung minta ubah karena dengan begitu harus kirim lagi ke Bandung, menunggu proses produksi ulang, menunggu dikirim kembali ke Jakarta yang akhirnya malah makan waktu. Sering kali hasil jadi yang ada sedikit kekurangan jadi gue biarkan saja.


Akhirnya setelah menghabiskan modal usaha lebih dari 15 juta, Bokap, yang jadi mentor gue dalam berwirausaha, menasehati bahwa lebih baik untuk sementara gue mundur dari bisnis sepatu gue. Bokap bilang, untuk saat ini tentu gue uda sadar kondisi keuangan dan faktor-faktor yang gue sebut di atas sudah ga mendukung gue untuk melanjutkan bisnis gue. Bokap enggak suruh menyerah sih, cuma meminta gue untuk mundur agar kelak kedepannya, gue bisa mempersiapkan bisnis gue kembali. Bangun ulang brand gue dari awal dengan persiapan modal yang lebih, produksi sendiri yang lebih pasti (tentunya harus cari tukang sepatu, sama peralatan dan bahan-bahan sendiri) bukan dari orang lain. 

Bokap bilang kalau memang kamu suka sepatu, pasti nanti bisa berbisnis sepatu kembali. Tapi mungkin kali ini bukan saatnya. Bokap juga menasehati bahwa ini bukan termasuk kegagalan, tetapi pembelajaran buat gue. Setidaknya gue udah pernah mencoba menjadi seorang pengusaha, dan sekarang pasti gue sudah lebih mengerti apa kekurangan-kekurangan gue, jadi kelak kalau modal gue sudah lebih siap dan mantap, gue bisa mencoba membuka bisnis gue kembali.

Awalnya sih gue ga terima. Gue merasa ga mau segampang itu menyerah, karena memang pas gue mau mulai berwirausaha, gue selalu mikirin dulu berhari-hari karena gue ga mau menyerah begitu aja kalau menemukan hambatan. Jadi begitu gue mantap memutuskan melakukan sesuatu, gue mencoba untuk ga berhenti begitu saja. Tapi Bokap minta gue mikir sendiri, apa mungkin disituasi saat ini, gue bisa nyelamatin bisnis gue ini? Kenyataannya gue memang sudah ga bisa melanjutkan lagi. Modal gue sudah ga cukup, proses produksi berlangsung terlalu lama, barang gue kurang diminati, jadi yah memang tidak bisa dipaksakan. Di sini lah gue belajar untuk tidak memaksakan, belajar menyerah, belajar menerima kegagalan, belajar mundur.


Kelak kalau memang peruntungan gue baik, tentunya gue mau mencoba lagi bisnis sepatu gue ini. Dengan persiapan lebih matang, modal yang lebih, proses produksi yang lebih baik (kalau bisa sih ingin punya tukang sepatu sendiri). :)


Yah inilah salah satu hal yang sudah gue jalanin tahun lalu, tahun dimana gue menghilang dari blog ini. Membuka usaha memang tidak segampang yang disangka orang. Betapapun positifnya pemikiran kita, betapapun persiapan yang sudah kita lakukan, tentu keadaan di lapangan tidak akan berlangsung sesuai anggapan kita. Kalau dibilang menyesal engga gue berbisnis sepatu handmade? Tentu tidak. Gue senang karena gue uda sempat mencicipi bisnis yang memang sesuai dengan minat gue. Gue masih punya segudang ide untuk usaha gue yang bisa gue kembangkan. Gue senang karena dapat pengalaman berharga membuka usaha, yang sebagian orang ga berani jalanin. Setidaknya gue sudah mencoba. Ya kan? Meski berakhir dengan tidak memuaskan. Yang pasti sepatu gue sering kok dipuji orang. Unik kata mereka. :) Hehe..






Itu logo brand sepatu gue beserta contoh sepatu yang gue buat. :) Saat ini gue sedang sale cuci gudang, dimana sepatu-sepatu gue akan gue lepas dengan harga murah. Apabila berminat, silahkan cek Instagram @lucilunashoes. :)


Semoga kelak gue bisa melanjutkan mimpi yang tertunda ini. :)